Senin, 26 April 2010

Cinta di Rumah Hasan Al Bana (Bagian kedua)


SIAPA AKTOR PENTING DI BALIK PROSES PEMBINAAN KETOKOHAN HASAN AL BANNA?
Imam Hasan Al Banna dilahirkan dalam keluarga yang hidup dalam keadaan serba sederhana, dengan mengamalkan Islam di segenap sudut kehidupan mereka. Ayahnya adalah alumni Universitas Al Azhar dan mendalami Hadist dan ilmu Fiqh. Imam Hasan Al Banna menerima pendidikan agama dari ayahnya, sebagaimana dituliskan oleh adiknya, Abdur-Rahman Al Banna berikut ini:


“Kakakku ketika engkau berumur sembilan tahun, aku baru berumur tujuh tahun. Kita mengaji Al Qur’an dan belajar menulis di sekolah. Jika engkau mampu menghafal dua pertiga Al Qur’an, aku mampu menghafal sehingga surah At Taubah. Ketika kita pulang dari sekolah, ayah menyambut dengan penuh kasih sayang. Ayah yang mengajar kitab sirah (riwayat hidup) Rasulullah SAW, ilmu Fiqh dan nahwu. Ayah menyediakan jadwal pengajian kita di rumah. Engkau belajar ilmu Fiqh Imam Abu Hanifah ketika aku belajar ilmu Fiqh Imam Malik. Di segi ilmu nahwu, engkau belajar kitab ‘Alfiyah’ dan aku belajar kitab ‘Malhamatul Arab’. Kita mengulang pelajaran bersama-sama dan bekerja keras.
“Duhai kakakku, dalam hidupku, tidak pernah aku melihat orang yang begitu banyak berpuasa dan shalat sepertimu. Engkau  bangun waktu sahur dan shalat. Kemudian engkau membangunkanku untuk melakukan shalat shubuh. Selepas shalat, engkau membaca jadwal kegiatan harian. Suaramu yang indah dan mencerminkan kasih itu menggema di telingaku. Engkau pernah berkata. “Pukul enam pagi adalah waktu masa mengaji Al Qur’an; pukul tujuh adalah waktu belajar tafsir Al Qur’an dan Hadist; pukul delapan waktu belajar Fiqh dan Usul Fiqh.” Itulah agenda harian rumah kita. Selanjutnya kita pun pergi ke sekolah. Ada banyak buku di dalam perpustakaan ayah. Kita telah bersama-sama meneliti buku-buku itu. Nama buku-buku itu tersebut dicetak dengan huruf-huruf berwarna emas. Kadang kita meneliti kitab ’Nisapur’, kitab ‘Qustalani’, da kitab ‘Nail Al-Authar’. Ayah bukan hanya mengizinkan kita membaca kitab-kitab itu, tapi bahkan mendorong kita untuk membaca. Engkau selalu lebih baik dariku dalam hal ini.”
Aku mencpba mengikuti jejak langkahmu tetapi aku tidak mampu. Engkau seorang yang luar biasa. Walaupun perbedaan umur kita hanya dua tahun, tetapi Allah telah memberimu kapasitas yang luar biasa. Ayah selalu mengadakan majelis-majelis diskusi ilmiah. Kita kerap mengikutinya dengan teliti kajian ilmiah antara beliau dengan para ulama yang lain. Majelis-majelis tersebut dihadiri oleh Syeikh Muhammad Zahran dan Hamid Muhsin. Pernah kita mendengar pembahasan mereka mengenai ’Arasy Allah’ di langit. Di antaranya adalah, apakah ‘Istiwa’ bermaksud duduk atau tinggal? Apakah pendapat Imam Ghazali dalam hal ini? Apa pula kata Zamakshari mengenai hal ini? Apakah tafsiran Imam Malik bin Anas? Kita mendengar pembahasan itu dengan serius. Semua yang kta pahami terekam dalam ingatan. Segala masalah dan perkara yang sukar dipahami, kita tanyakan pada ayah ataupun kita rujuk kepada kitab-kitab tafsir dan As Sunnah.
Siapakah di balik proses ketokohan Hasan Al Banna?

“AKU INGIN MENYAMPAIKAN DAKWAH INI SAMPAI KEPADA JANIN DI PERUT IBUNYA (HASAN AL BANNA)”
Ayah merupakan sosok penting dalam bangunan umat. Dalam sebuah keluarga, kedudukan ayah adalah salah satu batu bata yang menopang bangunan umat Islam. Jika para ayah berhasil menunaikan misinya dalam keluarga, akan kokohlah bangunan umat Islam di berbagai bidang kehidupan. Sebaliknya, sikap abai para ayah dalam menjalani misinya di dalam keluarga akan menyebabkan lemah rapuhnya bangunan umat ini.
Ada banyak peran ayah dalam Islam yang harus ditunaikan dengan benar sebagaimana hadist Rasulullah SAW, “Setiap kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang amir adalah pemimpin atas rakyatnya dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dari Hadist Nafi’ bin Umar radhiallahu anhuma).
                Ayah yang menunaikan kewajibannya, berarti ia telah terbebas dari tanggung jawabnya di hadapan Allah SWT di hari kiamat. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, lindungilah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Di sana ada malaikat yang kasar dan keras, tidak melanggar perintah Allah kepada mereka dan mereka melakukan apa yang diperintahkan.” (QS At Tahrim : 6)
                Lembar-lembar berikut ini akan diuraikan sosok Hasan Al Banna. Seorang pemimpin dakwah, seorang pembina kader ummat, sekaligus seorang ayah dalam keluarga. Hasan Al Banna bahkan berperan dalam membina anak-anak di seluruh dunia ini. Dialah yang melontarkan kalimat-kalimat emasnya yang berbunyi “Aku ingin sekali menyampaikan dakwah ini sampai kepada janin yang ada di dalam perut ibu mereka.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini, diharapkan tidak memakai anonymous supaya lebih mengakrabkan (pilihlah profil Nama/URL dengan menggunakan nama samaran atau nama panggilan anda bila tidak memiliki akun).