Rabu, 29 September 2021

Apakah Bermakna

 Apakah bermakna, ketika hidupmu kosong tanpa doa?

Tiada sejengkalpun rasa takut akan iman yang direnggut dari jiwa

Mengulang hari dalam balutan kepalsuan dunia

Terasing termakan kesendirian tanpa rasa

Selasa, 28 September 2021

ABDULLAH BIN ABBAS (Bagian Kedua) end

 

Pada suatu hari ditanyakan orang kepada Ibnu Abbas:
"Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini ... ?"

Jawabnya: -"Dengan lidah yang gemar bertanya, dan akal yang suka berfikir... !"

Maka dengan lidahnya yang selalu bertanya dan fikirannya yang tak jemu-jemunya meneliti, serta dengan kerendahan hati dan pandainya bergaul, jadilah Ibnu Abbas sebagai "kyahi ummat ini".

Sa'ad bin Abi Waqqash melukiskannya dengan kalimat-kalimat seperti ini :-

Tak seorang pun yang kutemui lebih cepat mengerti, lebih tajam berfikir dan lebih banyak dapat menyerap ilmu dan lebih luas sifat santunnya dari Ibnu Abbas ... ! Dan sungguh, kulihat Umar memanggilnya dalam urusan-urusan pelik, padahal sekelilingnya terdapat peserta Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Maka tampillah Ibnu Abbas menyampaikan pendapatnya, dan Umar pun tak hendak melampaui apa katanya!"

Kamis, 09 September 2021

Waktuku Tidaklah Banyak

Kala itu fajar masih malu-malu untuk terjaga dari tidurnya sambil berselimutkan awan. Aku menatap dengan tajam sekelilingku. Menatap cahaya mentari yang mecoba menyelusup sela-sela kerumunan awan yang tak kunjung lepas darinya. Akupun mulai melangkahkan kaki di sisi pantai itu. Berjalan di tepi pantai merupakan favoritku. Setiap punya kesempatan ke pantai, tak akan ku lewatkan merasakan desiran ombak di bibir pantai, merasakan sejuknya hembusan angin, hingga pijakanku pada pasir. Ditemani hangatnya mentari pagi,,, sungguh indah.

Melepaskan penat sejenak dengan berimajinasi dibawah naungan langit biru nan indah. Aku mulai menggoreskan huruf demi huruf di secarik kertas. Melukiskan tinta-tinta puisi layaknya pelukis sejati. Membiarkan pena dan jari-jariku menari indah dalam buaian syair memuja Tuhan.

Saking asyiknya berkutat dengan kertas dan penaku, tanpa sadar seorang laki-laki tua menyapaku. Beliau bertanya "Hai nak, ku lihat engkau hampir seminggu sekali datang ke pantai ini dan menulis sesuatu hingga pagi datang, apakah yang membuatmu berlaku demikian?"

Renungan Untuk Jejaka

Suatu saat seorang pemuda, menatap kosong dan hampa masa depannya. Umurnya yang esok sudah genap seperempat abad. Ada sesuatu yang mengganjal dalam ulu hatinya beberapa bulan ini. Ya, apalagi kalau bukan kehadiran Sang bidadari pujaan hati yang kan menjadi pendamping hidupnya, yang kan menjaga kehormatan dirinya, menggenapkan setengah dinnya, menyuburkan semangat juangnya, dan melahirkan jundi-jundi yang menyejukkan mata dan penawar dahaga cintanya.

Terlebih, Sang Ibu sudah tak sabar menimang cucu, Tidak sampai disana, Berbagai tekanan saat berjumpa dengan Sahabat-sahabat sebayanya yang mayoritas sudah menikah dan menggendong anak seakan menjadi-jadi. kalimat klasik yang mereka tanyakan, “Gimana kabarnya Sahabatku , kapan menikah ?”

“Huh… itu lagi. ”Jawabnya lirih.

Bukan……. bukan karena ia tak mau, bukan pula karena tak mampu. Telah ia rancang persiapan menuju mahligai rumah tangga yang berkah sejak 5 tahun yang lalu. Tepatnya saat masih di tingkat 3 kuliahnya.

Keikhlasan Niat (Pandi - Sebuah Cerpen)


            Setiap ikhwan pasti mendambakan untuk segera menikah. Pun demikian dengan Pandi. Ia ingin segera menikah di usianya yang menginjak 25 tahun. Memang menikah bukanlah akhir dari perjalanan hidup, tapi memulai perjalanan baru dengannya. Tak seperti cerita sinetron yang dengan mudahnya menggambarkan bahwasanya di akhir cerita pernikahan menjadi suatu hal yang begitu membahagiakan. Bahagia memang, Pandi sendiri melihat beberapa temannya yang sudah merasakannya, dan mereka memang bahagia. Namun, tentu setiap kisah akan ada badai dan gelombangnya. Mesti tak melulu bahagia. Tapi tetap saja, Pandi berharap untuk segera menikah.