Kamis, 09 September 2021

Keikhlasan Niat (Pandi - Sebuah Cerpen)


            Setiap ikhwan pasti mendambakan untuk segera menikah. Pun demikian dengan Pandi. Ia ingin segera menikah di usianya yang menginjak 25 tahun. Memang menikah bukanlah akhir dari perjalanan hidup, tapi memulai perjalanan baru dengannya. Tak seperti cerita sinetron yang dengan mudahnya menggambarkan bahwasanya di akhir cerita pernikahan menjadi suatu hal yang begitu membahagiakan. Bahagia memang, Pandi sendiri melihat beberapa temannya yang sudah merasakannya, dan mereka memang bahagia. Namun, tentu setiap kisah akan ada badai dan gelombangnya. Mesti tak melulu bahagia. Tapi tetap saja, Pandi berharap untuk segera menikah.

            Berbekal tekad dan niat karena-Nya, Pandipun mengajukan proposal kepada Murabbinya. Tak banyak berharap, “siapalah aku?”, ujarnya. Yang hanya seorang sarjana lulusan Jurusan Matematika dan kini mengajar di SMP. Pandi tak berharap istrinya kelak adalah seorang yang jelita dengan gelar dokter. Atau yang kaya raya, tidak demikian. Allah saja yang menjadi penentu siapa gerangan kelak yang akan jadi akhwat terpilih untuk menemaninya. Karena siapapun kelak, dialah yang akan mencintai dan ia cintai. Membersamai kehadirannya dalam jalan dakwah dan berjuang bersama.

            Allah berkata lain, Murabbinya mengenalkan Pandi dengan seorang akhwat. Ya, akhwat itu adalah seorang dokter. Entah perasaan apa yang Pandi rasakan waktu itu. Ia hanya berkata dalam hatinya, “mungkin inilah saatnya”.

            Haripun berganti, dengan berat hati Pandi harus menunda keinginannya untuk segera menikah. Si akhwat adalah anak ke-2 dalam keluarganya. Sedangkan kakaknya pun belum menikah. Hingga akhwat tersebut memutuskan untuk tidak menikah terlebih dahulu sebelum kakaknya menikah. Apa mau dikata, keputusan tetap keputusan. Tak ada jalan lain selain menelan pil pahit atas harapan untuk segera menikah. Tapi Pandi tetap melangkah tegap melalui hari-harinya. Ia yakin bahwa ada makna dibalik kisahnya. Dan Allah memiliki sejuta cara untuk menorehkan kisah terbaik untuknya.

            Selepas kisah itu, Pandi merenung dan menunggu waktu yang cukup lama. Hingga tanpa sadar, usianya kini sudah 28 tahun. Pandi mengatakan pada dirinya, “mungkin inilah saatnya”. Dengan harap-harap cemas, iapun mengajukan kembali proposal pernikahan kepada Murabbinya.

Tak lama setelah itu, iapun mendapat balasan. Si Akhwat adalah orang biasa. Tanpa gelar, tanpa tahta. Desi namanya. Dengan ikhlas dan meniatkan diri karena-Nya, Pandi menerima tawaran tersebut. Taaruf pun berjalan tanpa pertemuan secara langsung. Pandi diminta menyerahkan selembar foto dirinya. Namun Pandi tak mendapati foto Desi. Kemudian Pandi meminta kakaknya untuk melihat calon istrinya. Sepulang dari rumah sang akhwat, kakak Pandi menghampirinya. “Bagaimana kak?”, tanya Pandi. “Pas lah untukmu”, ujar kakaknya sembari tersenyum.

Hari pernikahanpun tiba, dan hingga hari itupun Pandi belum melihat bagaimana sosok akhwat yang akan menjadi istrinya. Pernikahan berlangsung dengan lancar dan hidmat.

Selepas acara pernikahan, Pandi masuk ke kamar pengantin. Nampaklah sesosok akhwat yang cantik jelita namun begitu sederhana. Akhwat yang kini jadi istrinya. Disanalah kesabaran dan keikhlasannya diuji. Tanpa tahu bagaimana sosok si akhwat, Pandi datang dan menerima takdir serta goresan kisah dari Allah untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini, diharapkan tidak memakai anonymous supaya lebih mengakrabkan (pilihlah profil Nama/URL dengan menggunakan nama samaran atau nama panggilan anda bila tidak memiliki akun).